Berlatar pada masa kolonial Belanda, Parmin (Barry Prima), atau lebih dikenal dengan Jaka Sembung, bersama penduduk Kandangharu ditangkap, dan dijadikan tawanan untuk kerja paksa oleh Komandan van Schramm (Dicky Zulkarnaen).
Di saat kerja paksa tersebut, Jaka Sembung bersama tawanan lainnya melakukan pemberontakan terhadap penjajah atas tindakan yang tidak adil terhadap mereka. Hingga akhirnya mereka pun dapat meloloskan diri dari kerja paksa.
Kaburnya Jaka Sembung beserta para tawanan tersebut membuat murka Komandan van Schramm beserta bawahannya. Sadar akan sulitnya melawan Jaka Sembung, Komandan van Schramm kemudian memutuskan untuk mengadakan sayembara demi menangkap Jaka Sembung kembali.
Berita tentang sayembara tersebut bahkan terdengar oleh kekasih Jaka Sembung, Surti (Eva Arnaz). Salah satu jawara yang berada di sana, Kohar (S. Parya), tertantang untuk mengikuti sayembara dengan syarat dia mendapatkan imbalan 3 kali lipat dari imbalan awal.
Komandan van Schramm menyetujuinya, tetapi dia ingin menguji kemampuan Kohar terlebih dahulu dengan cara menantang Kohar untuk melawan seekor banteng. Kohar pun berhasil menumpaskan banteng tersebut.
Jaka Sembung kemudian bertemu dengan Kohar dalam pertarungan. Ia melalui pertarungan yang sengit dengan Kohar, tetapi Kohar masih dapat dikalahkan oleh Jaka Sembung dengan cara menusukkan tongkat pada jawara itu.
Geram atas kekalahannya dari Jaka Sembung, Komandan van Schramm didatangi oleh Ki Bidin (Him Damsyik) yang mengusulkan untuk menghidupkan kembali Si Hitam (W.D. Mochtar), seorang jawara yang menggunakan ilmu sihir bernama Rawa Rontek, sehingga dia sampai sekarang belum bisa mati jika tubuhnya menyentuh tanah.
Si Hitam pun berhasil dihidupkan kembali. Di sisi lain, Jaka Sembung yang sedang berada di suatu desa pengasingannya, bertemu dengan para kompeni yang telah mengobrak-abrik penduduk di desa tersebut. Di tempat itu, Jaka Sembung juga bertemu dengan Si Hitam.