Konon semakin tua, pilihan hidup seseorang semakin sedikit. Umumnya, di usia muda sesorang memiliki segudang keinginan: ingin sekolah ke luar negeri, ingin berpetualang ke tempat-tempat terpencil, traveling mengabadikan pemandangan eksotis, melancong ke kota-kota bersejarah, atau menjadi seorang volunteer di kegiatan-kegiatan sosial.
Tidak lama umur bertambah ia akan menginginkan pekerjaan tetap, kendaraan pribadi dan jaringan pertemanan yang luas. Di waktu ini ia juga akan mencari seorang pasangan hidup. Setelah dirasa sedikit mapan ia ingin memiliki hunian sendiri, dan anak-anak dari rahim istrinya. Bertahun-tahun menyekolahkan anak-anaknya, hingga akhirnya pilihan hidupnya hanya tinggal dua: hidup tenang menikmati hari tua dan menunggu kapan kematian menjemputnya.
Kematian dari siklus demikian sering menjadi pilihan terakhir bagi kehidupan orang-orang normal. Bahkan, ia sebenarnya tidak pernah dimasukkan ke dalam daftar panjang keinginan. Dalam hal ini kematian hanya menjadi sesuatu yang dibiarkan alami. Terjadi begitu saja tanpa dipikirkan apalagi direncanakan. Toh, siapa pula yang berencana mati.
Tapi, bagaimana jika kematian justru menjadi sesuatu yang diinginkan. Dengan kata lain, kematian adalah satu-satunya harapan yang mesti segera ditunaikan?
The Sea of Trees adalah film yang berangkat dari pernyataan di atas. Si tokoh yang pergi jauh ke Jepang dari Amerika tempatnya tinggal hanya untuk bunuh diri. Uniknya, ia berkeinginan bunuh diri di dalam hutan yang terkenal angker. Hutan yang memang populer sebagai tempat orang-orang mengakhiri hidup: Aokigahara.
Film ini dimulai dengan Arthur Brennan ( Matthew McConaughey) yang membeli tiket sekali jalan menuju Tokyo tanpa membawa apa-apa, bahkan koper sekalipun. Tujuannya hanya satu yakni langsung ke Aokigahara, hutan di kaki Gunung Fuji.